Menjadi generasi muda memiliki tantangan yang berbeda di setiap abad. Apabila kita mundur ke 100 tahun lalu, kira-kira di awal abad 20, bangsa Indonesia sedang disibukkan dengan penjajahan bangsa Belanda dan Jepang. Para pemuda-pemudi yang ada saat itu turut berjuang keras untuk melawan para penjajah. Di tahun-tahun itu berdiri organisasi pemuda yang memikirkan kepentingan rakyat luas untuk bisa merdeka dari penjajahan yang telah ada. Bahkan Soetomo yang kala itu berumur 20 tahun bisa mendirikan organisasi pergerakan Boedi Oetomo.
Pemikiran generasi muda kala itu sungguh mulia. Berfikir jangka panjang demi kemaslahatan rakyat Indonesia. Tak dapat dipungkiri bahwa generasi muda abad 20 kala itu dapat dinobatkan sebagai generasi nasionalis.
Hingga akhirnya kemerdekaan Indonesia dapat diperoleh di tahun 1945 pun berkat tangan-tangan para pejuang, yang dulunya merupakan generasi muda di awal abad 20. Kesadaran ingin lepas dari penjajahan tentu tak mungkin muncul secara tiba-tiba, tetapi terus dipupuk dari mulai menjadi seorang generasi muda. Diiringi pula dengan kesadaran bahwa dalam waktu 20-40 tahun mendatang, posisi pemimpin akan diisi oleh generasi muda saat itu.
Mari kita kembali pada tahun 2010, awal abad 21, generasi muda Indonesia memiliki tantangan berbeda dari sebelumnya. Perkembangan teknologi yang telah maju pesat, era globalisasi, dan degradasi moral merupakan tantangan utama generasi muda abad 21.
Sesungguhnya, disadari atau tidak, tantangan-tantangan diatas juga merupakan penjajahan. Penjajahan terhadap pola pikir. Meskipun tidak menjajah secara fisik, tetapi tantangan tersebut menjajah pola pikir bangsa Indonesia, khususnya generasi muda, sehingga dapat membuat bangsa ini kembali dalam keadaan terjajah. Tentunya jika tidak disikapi dengan baik.
Jika pada awal abad 20 generasi muda saat itu sadar untuk menentang penjajahan terhadap bangsa ini, maka tidak demikian yang terjadi dengan generasi muda saat ini. Mereka terlena dengan kenyataan bahwa bangsa Indonesia telah merdeka. Mereka belum memikirkan bahwa sesungguhnya bangsa Indonesia tidak cukup hanya sekedar merdeka. Namun, harus pula berprestasi dan menjadi negara maju. Terlebih dengan fakta bahwa Indonesia telah merdeka selama 65 tahun. Waktu yang seharusnya cukup untuk membuat Indonesia memiliki keadaan yang lebih baik dibanding yang ada saat ini.
Memang cukup terlambat bagi kita untuk menyadari bahwa kita sedang dalam keadaan terjajah. Namun, sebuah pepatah mengatakan bahwa lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Inilah saatnya bagi kita, generasi muda, untuk menjawab tantangan abad 21 dengan menjadi generasi yang adaptif dan progresif. Sehingga diharapkan nantinya kita akan membawa Indonesia menuju perubahan ke arah yang lebih baik.
Adaptif berarti dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Yang perlu kita lakukan adalah mudah beradaptasi dengan segala keadaan, segala perubahan, dan segala pemikiran. Bukan berarti kita tidak berpendirian sehingga mudah terombang-ambing, tetapi kita harus memiliki pemikiran terbuka. Ambil hal-hal yang positif dan buang yang negatif. Sebagai contoh, dalam menggunakan teknologi, yang saat ini sudah berkembang menjadi amat canggih. Gunakanlah teknologi secara bijak untuk kepentingan-kepentingan yang berguna bagi bangsa ini. Jangan terlena menggunakan teknologi untuk sesuatu yang tidak berguna.
Progresif berarti memiliki arah menuju kemajuan. Setidaknya keinginan untuk maju menjadi bangsa yang lebih peduli terhadap negara ini sudah harus tertanam di jiwa setiap muda-mudi Indonesia. Akan lebih baik apabila keinginan tersebut diwujudkan dalam suatu bentuk nyat dengan berprestasi di bidang apapun.
Andai saja dua hal ini, adaptif dan progresif, dapat dimiliki oleh generasi muda saat ini, bukan tidak mungkin di pertengahan abad 21 nanti, nama Indonesia akan harum di dunia internasional. Semoga saat itu tidak hanya menjadi sebuah angan-angan belaka.